Jumat, 14 September 2012

Puisi Persahabatan - Sepucuk Surat Untuk Sahabat

SEPUCUK SURAT UNTUK SAHABAT
Oleh Muhammad Rais Syakur

Ada apa gerangan
Tiba-tiba sepucuk nisbi ini sedu tak berkesudahan
Memancarkan cahaya nyata penuh kedamaian
Terasa tentram dilantaran kala subuh menjelang
Seindah pelangi digoresan atsmosfer debu awan
Ada apa gerangan..
Nisbi ini ingin bersamanya
Mengukir makna
Menari diguratan senyuman
Bergandeng tangan menggapai masa depan
Hal yang tak mesti ingin kupastikan

Hanya denganmu sahabat anganku
Jiwa ini ingin menyatu
Raga ini ingin bersama
Mesti debu masih terhimpis dilantas sana
Mesti umur tak tahu ajalnya
Namun hati ini ingin bersamamu sahabat anganku..
Akankah kan kupendam jauh artefak ini?
Akankah semua kan tercurah luka pada perpisahan

Sahabat anganku…
Rintihan nurani ini sungguh telah terpadu
Berharap semua anganku kan bersemayam dimimpimu
Menggurat makna tanpa luka
Menyatu selamanya tanpa ada kata perpisahan
Tercatat indah dalam kitab lazduardhi persahabatan

Kini….
Aku selalu saja meringis tanpa membuat kau menangis
Aku selalu termamat dalam guratanmu
Sahabat anganku
Apakah kau tahu makna dari semua itu?
Aku telah lelah menanti kebersamaan kita..

Namun…
Setelah aku lelah menantimu
Aku teringat waktu singkat itu saat kita bersama
Bercanda meski kau masih kaku
Tertawa dipelantaran biru jingga
Hingga saja kata istiqomah masih menyatu pekat dilubuk jiwa

Sahabat anganku…
Aku ingin kau membaca surat ini
Dan ku inging kau tahu,,benar-benar ingin..
Kita bersama seperti waktu silam itu
Aku tersenyum kaupun begitu
Aku tak mau kau saat ini cumbu
Mesti kau belum tahu..
Aku selalu menunggu kedatanganmu sahabat anganku…

Nestapaa…..
Kini gerangan telah menjawab semua
“sahabat sejati sulit dicari dan sulit untuk dilupakan”
Walaupun aku harus berkata “ya memang benar”
Tapi diri ini masih mencoba bertahan mesti melelahkan

Sahabat anganku,,,,,
Aku tahu..sepucuk surat ini
Tak akan bersama dalam genggaman tanganmu
Semua penantian ini tak akan sedu
Saat 4 buah bintang itu mamancar dilangit biru

Puisi Persahabatan - Terima Kasih Sahabat

TERIMA KASIH SAHABAT
Oleh Dara Julia Novita

Sahabat ku,,,,
Terimakasih atas goresan tawa di bibirku
terimakasih atas goresan canda dihidupku
terimakasih atas sgala pemberianmu

Kau yang mengubah air mata
menjadi tawa
kau yang mengubah duka
menjadi canda

Kau yang membuat ku tau
arti kebersamaan, kasih sayang & pengorbanan.
Terimakasih sahabatku
kau kan selalu ku simpan di hatiku .. :)

Cerpen - Sahabat Sejati

SAHABAT SEJATI
Cerpen Sahabat Pena

“ Nis,tungguin gue,dengerin penjelasan gue dulu!”Teriak Nani sahabakku.”Mau jelasin apa lagi kmu udah jelas semuanya nan,udah jelas.”
Balazku ketus. Ceitanya begini .
Waktu itu aku sindirian,aku menuju ke Taman sekolah sambil baca novel,truz aku lihat Nani  ma Dinda dan Sari sedang ngobrol. Awalnya aku pengen sapa Nani tapi terlanjur dia bilang pada Dinda dan Sari “ Gue itu jadi sahabat nisa coz gue pengen merebut apa yang ia pux.”Kata Nani “Maksud loe .”Tanya Sari “
Gue itu sebenarnya benci banget ma nisa ,gue jadi sobatnya supaya gue bsa manfaitin dia!dia kan anaknya lembek”Jawab Nani smbil tertawa ,diikuti dgn Dinda dan Sari. Gue langusung samperin Nani “Tega loe ya Nan,gue benci loe,gue benci”Kataku sambil menetezkan air mata dan pergi dari tempat itu. 
****

Pulang sekolah aku pun menuju Danau .Karena pada waktu gue lagi sedih gue langsung ke Danau .
“ Kenapa ,Nin loe tega banget ma gue .Gue itu sayang banget ma loe dan gue udah anggap sebagai kakak kandung loe,tapi kenapa loe kecewain aku,kenapa nis,kenpa ,apa salahku,gue kecewa ma loe........
”Teriak ku diikuti oleh hujan deras. “Lo pernah bilang ma gue kalo kita akan jaga perasaan satu sama lain dan  tak kan pernah nyakitin hati,tapi kenapa janji itu lo ingkari.........KENAPA
”Teriakku sambil menangis di Danau itu.  
 ******
“Assalamualaikum”Salam ku msuk rumah mungil ku sambil membuka pintu.
“ Waalaikum salam,Ya Allah Nisa kamu kenapa kok baju kamu basah semua”Jawab Mamaku khawatir. “Anu ma nisa tadi kehujanan waktu pulang sekolah”Jawabku lemas. “Ya,udah sana mandi truz makan”Perintah Mamaku. “Iya ma”Jawabku singkat. 
****

Setelah Mandi dan sarapan aku pun langsung masuk kamar,tiba2 ada sms masuk ternyata dari Nani. “Maafin gue ya Nis,gue gag maksud nyakitin hati loe”Isi dari mz itu.dan ku lz .
“Truz napa tadi loe bilang gitu,kenapa Nan?”Tanyaku. “Gue bicara gitu karena terpaksa nis,gue emang gag bisa ngomong sekarang tapi suatu saat loe taw kenapa aku tadi bilang gtu”Lzsan dari Nani.Tapi aku hanya bisa menagis dan menangiz.  
***

Keesoakn harinya aku berangkat sekolah dan mencoba utk menghilangkan masalah itu.Tapi tiba2 gue ketemu sama Dinda dan Sari,tapi aku tetep jalan. “Kasian banget sich loe,sedih ya gag pux temen!”Ejek mereka.Tapi pembicaraan merekan sama sekali tak kudengarkan dan kuladeni,aku tetep menuju kls.Tapi hari ini gue mlez bngt ke sekolah coz gue gg mau ketemu sama Nani tapi gimana lagi dia sekelas denganku.  
****

Sampai dikelas gue sama sekali gag melihat Nani ditmp duduknya.
“Lo Nani kok gag ada ceh,Enggak gue gag mau peduliin dia lgi”Batinku.
“Pagi niz,loe kamu kok masuk sekolah sich”Tanya Temenku yang  bernama Sarah. “Loh,emangnya gue gag bloh masuk sekolah ,gtu !”Jawabku.
“Low,kok elo bicara gtu,gue kn heran ma loe,mzk Nani mzuk Rumah Sakit gag loe jenguk sich,loe sobat dia bukan ceh”Jawab Sarah.
“APA ,Nani mzuk Rumah Sakit!!Rumah Sakit mana”Tanya ku pada Sarah. “Kok,elo gag taw sich Nani kan lgi sakit!Katanya dia sekarang lgi di Rumah Sakit Harapan”Jelas Sarah. “Makasih ya sar,gue ksana dulu,ijinin ke Ibu guru klo gue gi jenguk Nani”Kataku sambil pergi dari sekolah menuju rumah sakit.
******

Setelah msuk rumah sakit ,aku pun langsung menuju kamar Nani. “Assalamualaikum”Kataku sambil membuka pintu.
“Waalaikum salam,eh Nisa!silahkan masuk niz”Jawab Nani lemas.Melihat kondisi Nani aku pun merasa bersalah ma dia.
“Nan,maadin gue yah coal kemaren”Pintaku pada Nani. “Ya,gag papa kok lagian ini juga salah gue kok”Jwb Nani. “Nan,lo kok bsa mzuk rumah sakit ceh?”Tanyaku pada Nani.
“Cory,ya Niz gue gag pernah cerita ke elo soal penyakit gue”Jawab Nani.
“APA PENYAKIT,PENYAKIT PA CEH,LO PUX PENYAKIT APA”Tanyaku kaget. “Gue sakit Paru2 Nis,gue gag pernah cerita ke elo krena gue gag ingin membuatmu sdih.Dan coal kemaren sebenarny gue disrh ma Dinda dan Sari bicara gtu klo tdk dia kan membocorkan ke lo klo gue pux penyakit Paru2”Jawab Nani sambil mengis.
“Maafin gue ya Nan,gue udah salah sangka ke loe”Kataku sambil menangis dan memeluk Nani. “Sebelum maut menjemput gue,gue maw kasih kenang2 ke loe”Kata Nani.
“Lo gag bloh mati gue gg mau kehilangan sahabat seperti loe,gue gag mau”Jawabku ketakutan. “Nie liontin didlm nya ada foto kita berdua.Dan nie Gantulan Bintang,gntulan bintang nie jika kmu taruh di tempat yang gelap terdapat tulisan
“NISA SAYANG NANI,NANI SAYANG NISA”,lo simpan ya kenang2 dri gue!Gue maw istirahat dulu,swtu saat kita pasti ketemu di Surga”Kata2 terakhir Nani yang diucapkan pada Nisa. “NANI..................JGN TINGGALIN GUE”Teriak ku smbil menangiz.Aku hanya bza menagis karena udah kehilangan sobat seperti Nani?Mungkin gue gag akan temuin sobat seperti dia yang melakukan apa saja utk sobatnya agar sobatnya tdk bersedih mskipun tu menyakitkan baginy dan sobat.Semenjak Nani meninggal gue selalu bwa liontin dan gantulan bintang itu supaya gue selalu ingat dengannya.

THE END

Cerpen Horor - Gaun Putih Bernoda Merah

GAUN PUTIH BERNODA MERAH
Cerpen Momo Angelina

Waktu sudah menunjukan pukul 00.00. namun entah mengapa mataku enggan terpejam. Kubuka kembali tirai jendela kamarku. Remang-remang bulan dan pohon rambutan di depan rumahku menghiasi malam itu. Walaupun begitu sunyi, namun seakan-akan pohon rambutan itu digelayuti mahluk-mahluk putih sambil tersenyum padaku. Segera kutepis bayang-bayang itu. Kututup kembali tirai jendelaku. 

Lalu aku beranjak menuju kamar mandi. Saat itu aku berada di rumah sendiri. Karena ayah, ibu, dan adikku sedang berada di jogja, dirumah nenekku. Niatku untuk buang air kecil, dan mencuci muka mandadak meredup. Seakan-akan saat aku berjalan menuju kamar mandi, dibelakangku aku terperanjak bagaikan seseorang sedang mengamatiku. Betapa kagetnya aku, sesuatu terjatuh dari atas ruang dapur. Berwarna putih bersih, beraroma anggur. Dan dihiasi gambar hati di bagian bawahnya. Seperti gaun putih. Lalu kuambil gaun itu. Indah sekali. Namun lumayan berat. Di bagian bawah, dan di bagian dalam tertulis “Siromana.” Pikirku, mungkin ini adalah nama dari pemilik gaun ini. 


Namun aku berpikir, dari mana gaun ini jatuh? Lalu kubawa gaun tersebut ke kamarku. Ku amati lagi gaun itu. Kutempel-tempelkan ke tubuhku, sambil aku berkaca. Betapa indahnya. Namun aneh, di bagian tengah gaun itu, ada noda berwarna merah. Lalu ku cium noda merah itu. “ acchhrr… berbau anyir dan berbau anggur…” pikirku saat itu. Namun ada niatku untuk memiliki gaun itu. Akan ku cuci keesokan hari. Dan ku pakai pada acara pesta dansa malam Valentine di Villa Deski minggu depan. Pasti aku akan kelihatan cantik jika aku mengenakan gaun itu. Lalu, mataku mulai mengantuk. Dan ku simpan kembali gaun itu ke dalam lemariku. Dan aku beranjak tidur ke atas kasur di kamarku.

Pagi sekali aku sudah terbangun dari tidurku. Perlahan ku langkahkan kakiku menuju ke kamar mandi. Kubasuh mukaku. Kutatap wajahku di kaca kamar mandi. “ ASTAGAA!!!” teriaku. Karena ku lihat ada bayangan wanita memakai gaun putih di pantulan kaca itu. Segera aku membalikkan tubuh dan melihat ke belakangku. Apa aku salah lihat? Karena tak ada seorang pun di belakangku. Mungkin ini hanya khayalanku. Tetapi rasanya aku kenal gaun yang di pakai wanita itu. Ya, itu gaun yang aku temukan malam tadi. Lalu aku bergegas berlari menuju kamarku. Ku buka lemariku. Ternyata gaun itu masih tetap ada di lemari kamarku. Lalu ku ambil gaun itu. Dan ku amati kembali. Ku lihat noda merah itu semakin banyak, padahal tadi malam noda ini belum selebar ini. Kubawa gaun itu ke kamar mandi, dan kucuci. 

Tapi aneh, air yang bekas cucian gaun itu, tak berwarna merah. Padahal gaun tersebut ternoda merah. Aku penasaran dengan noda itu. “apa noda merah ini?” pikirku. Ku cium, dan ku pejamkan mataku. Saat aku memejamkan mata, sketsa peristiwa seperti terlintas di pikiranku. Entah dari mana namun itu seperti nyata. Aku seperti melihat, sesosok gadis belanda yang amat cantik mengenakan gaun ini, dan berdansa. Senyumnya manis sekali. Sepertinya dia berdansa di dalam acara sebuah pesta dansa. Dan di peristiwa itu, sepertinya tempatnya berada di rumah ini, di ruang tengah. Lalu segera ku buka mataku. Aku sedikit takut. Lalu segera ku jemur baju itu di belakang rumahku.
***

Yap, hari yang ku tunggu-tunggu telah tiba. Hari ini adalah hari Valentine dan nanti malam aku akan menghadiri acara pesta dansa di Villa Deski. Aku bingung apa aku harus menngenakan gaun yang amat indah itu? Aku takut aku terlalu mencolok pada malam nanti. Tetapi tak apa, aku memang kepingin sekali mengenakan gaun ini.
Waktu sudah menunjukan pukul 19.00. segera aku bersiap-siap berhias diri. Ku bedaki wajahku, kusisir rambutku, dan ku ambil gaun ku didalam lemari kamarku. Perlahan ku kenakan gaun itu. “ waw… great! Very beautiful!” aku terlihat cantik sekali. Aku menari-nari bahagia. Aku juga bernyanyi-nyanyi. Aku merasa wanita paling cantik di dunia saat aku mengenakan gaun ini. Tetapi entah mengapa mendadak kepalaku pusing. Perutku mual. Dan aku tak bisa melihat dengan jelas, hanya remang-remang. Dan aku terjatuh. Lalu pingsan. Saat aku pingsan, aku seakan masuk ke dalam dimensi lain. Aku berjalan di suatu acara malam pesta dansa. Namun aneh sepertinya tak ada satu orangpun yang mengetahui keberadaanku. Padahal saat itu aku berada di suatu keramaian. Dan memang acara itu sepertinya di adakan di rumah baruku ini, oleh orang-orang Belanda. Aku mengikuti seorang wanita yang memakai gaun yang gaunnya itu persis seperti gaun yang aku kenakan saat ini. Ku ikuti geraknya. Dia terlihat sedang berdansa dengan kekasihnya. 

Lalu dia duduk dan meminum anggur dengan kawan-kawan dan kekasihnya. Tetapi kulihat, salah satu temannya melirik dan tersenyum kepada kekasihnya. Ya temannya itu begitu aneh tingkahnya. Lalu saat wanita itu hendak meminum anggur dan bersulang, tiba-tiba temannya menyenggol gelas yang di bawa wanita itu dan tertumpah ke Gaun wanita itu. Dan aku juga melihat kekasihnya mengajak wanita itu ke dalam kamar. Tetapi sungguh aneh, teman wanita tadi mengikuti gerak mereka berdua ke dalam kamar. Dan saat kekasihya membaringkan dia ke ranjang tiba-tiba “ craaaaasssshhh” aku menjerit. Wanita itu di tusuk pisau oleh kekasihnya sendiri. Lalu temannya itu segera memunculkan diri, dan meludahi wanita yang tak berdaya tadi. Kulihat noda anggur tadi sudah tertutupi oleh noda merah darah. Perlahan wanita itu lemas dan tewas. 

Ingin ku bantu wanita tadi, tetapi aku tak dapat menyentuhnya. Lalu mayat wanita itu di sembunyikan dan di kubur oleh mereka di dekat pohon rambutan yang ada di depan rumah. Namun sebelum mereka mengubur mayat itu, kulihat gaun yang dikenakan wanita tadi dilucuti, dan di ambil oleh temannya. Mereka tertawa. Betapa kejamnya pikiriku. Kekasih tega membunuh demi berselingkuh dengan kekasih sahabatnya sendiri. Lalu aku terbangun aku merasa sedikit pusing. Saat aku terbangun kulihat remang-remang ada sesosok bayangan. Ya, aku kenal bayangan itu. Itu adalah wanita yang ada di mimpiku tadi. Dia menatapku. Sepertinya dia ingin aku mengikutinya. Lalu ku ikuti wanita tadi. Sepertinya dia menuju ke arah pohon rambutan yang ada di depan rumah ku itu. Sampai di sana, dia membalikkan tubuhnya dan menatap ke arahku. Dia tersenyum. Lalu tangannya menunjuk ke arah gaun yang aku kenakan saat itu. Lalu ,menunjuk ke arah tanah tempat mayatnya di kubur. Ya, aku mengerti. Mungkin dia memberi kode untuk menguburkan gaun itu kedalam kuburannya.
“ kau ingin gaun ini aku kuburkan ke dalam sini?” tanyaku sambil menunjuk kea rah kuburan itu.

Kulihat dia mengangguk. Lalu aku bergegas menuju kamar. Kulucuti gaun itu. Dan aku kuburkan ke dalam tanah tadi. Dan ku timbun kembali. Tiba-tiba wanita itu muncul kembali, dan dia sepertinya meneteskan air mata dan tersenyum padaku. Kulihat ia terbang ke atas langit. Ia semakin tinggi, lalu ia sirna. Kupikir, pasti dia sudah tenang. Aku merasa bahagia. Lalu aku kembali menuju ke rumah. Saat aku menutup pintu, tiba-tiba mobil ayahku datang. Ternyata mereka sudah pulang dari jogja.
“ Viona, ini mama bawakan oleh-oleh, sini sayang!”
“ iya ma, apa itu?”
“ ini sayang, gaun putih, indah kan?”
Betapa kagetnya aku, gaun itu mirip sekali dengan gaun Siromana. Aku tersenyum. Kucium gaun itu. lalu kuangkat. “ iya ma. Bagus sekali, aku suka gaun ini… namun tak berbau anggur…” ucapku saat itu.

**SELESAI**

Cerpen Persahabatan - Air Mata Terakhir

AIR MATA TERAKHIR
Karya Martha Friska Sirait

Saat ini tak ada lagi yang harus aku sesali untuk yang telah terjadi kepadaku beberapa bulan terakhir. Semua telah aku simpan dalam bentuk bungkusan merah yang aku tanam dalam dada berbentuk hati. Meski terkadang sulit mengungkapkan dalam hati ketika senyum dan tangis menyatu dalam bibir, namun waktu telah membatuku untuk mengikis semua itu.
“ Marg..marg...” begitulah cara kucingku memanggilku. Tidak banyak yang bisa aku lakukan dirumah sebagai anak tunggal, namun bukan berarti tidak ada pekerjaan yang bisa aku lakukan. Gita Omeangti, itu adalah nama yang kuberikan pada kucingku. Warnanya kuning dan putih, badannya gendut dan suka melamun dipagi hari.
Saat senja tiba, kedatanganku selalu disambut baik olehnya meski sebenarnya dia hanya menginginkan makanan yang selalu aku bawa ke rumah. Sering kali aku menjahilinya. Disaat dia sedang tidur, aku mengoleskan minyak kayu putih dihidungnya dan dalam waktu lima detik dia akan meloncat layaknya spiderman yang mengelak dari serangan tinju delapan tangan squidword.
“ Ha..haha...haha... rasakan !”
“ Jangan ganggui kucingmu itu mar, nanti marah dia”
“ Hah, kalau marah paling mengeong. Tenang saja mak”
Ketika kau memiliki masalah yang tak bisa kau ungkapkan, kau pasti akan mencari seseorang untuk mendengarkan cerita mu. Banyak temanku yang sangat beruntung akan hal itu. Ada kakak, abang serta adik yang dapat mereka ajak untuk bercerita, tapi itu tidak dapat aku lakukan. Yang menjadi tempat pelampiasan hatiku hanyalah Omeng. Terkadang aku berimajinasi bahwa Omeng bisa mengerti apa yang aku ucapkan.

Aku mengangkatnya dan meletakkannya tepat didepan ku. Aku menutup kamarku dan aku mulai bercerita tentang apa yang aku rasa kepadanya. Sesaat aku diam sejenak dan memperhatikan kucingku. Aku ingin marah dan membentaknya. Ingin sekali pada saat itu aku mengatakan
“ Bisakah kau diam sebentar dan berhenti menjilati bulumu yang tidak seberapa itu dan memperhatikan ucapanku ?” tapi untung saja aku masih waras dan tidak mengatakannya.

Saat semua suara tidak dapat lagi aku dengar dan suasana ruangan semakin senyap, tiba-tiba air mataku terjatuh dari sudut mata kananku. Aku menangis... aku menahan rintihan suara tangisku dengan menggigit bibir bawahku. Kenapa aku berbeda dengan mereka? Aku tidak pernah menginginkan menjadi anak tunggal. Semua ini membuatku menjadi sosok wanita yang pendiam dirumah namun saat berada diluar, aku menjadi anak yang bandal dan selalu mencari perhatian dari setiap orang agar mereka memperhatikanku.
Ketika semua ungkapan hati itu muncul dalam hatiku dan keluar melalui air mata, sesuatu memanggilku.
“ Marg..marg...”
“ Apa , tanyaku pelan”

Tiba-tiba Omeng mendekatkan wajahnya dan menghapus air mataku dengan lidahnya. Aku terdiam dan terpaku. Aku menjerit dan berteriak, tangisku semakin tidak bisa aku bendung.
“ Kenapa aku begitu bodoh, aku tidak pernah sendirian. Aku selalu bersamamu dan kau selalu menemaniku.” Saat itu juga aku memeluk Omeng dan bembisikkan sesuatu di kupingnya.
“ Apa kau lapar ?”
“ Marg...”
“ Sudah kuduga, kau memanggilku ternyata karena ingin makan dan bukan ingin menghiburku. Sial ... aku terkecoh. Dasar gendut.” Sambil mencubit pipinya.

Keesokan harinya disaat aku mengajak omengku berjalan-jalan di tepi danau buatan dekat rumahku dengan mengendarai sepeda, tiba-tiba sesuatu terjadi padaku. Bruukkk............. aku terlempar ke samping dan tercebur ke dalam danau. Sesuatu menabrakku dari belakang. Aku menggerak-gerakkan tangan dan kakiku agar bisa mencapai atas danau namun rasa sakit yang aku rasakan akibat kecelakaan itu terlalu sakit aku rasakan. Dan secara perlahan tubuhku menjadi lemas, air yang masuk dalam mulutku telah menghalangi nafasku. Saat itu tidak ada lagi yang dapat kurasakan.
“ Apa kau tidak apa-apa nak ?” suara itu perlahan terdengar ditelingaku.
“ Dia baik-baik saja”. Seru seseorang yang berada di sampingku.

Mataku telah dapat terbuka dan nafasku telah bersamaku kembali saat itu. Orang-orang itu membawaku secara perlahan, namun angin pada saat tidak dapat aku rasakan. Sesuatu membuat hatiku janggal. Namun aku tidak tahu apa itu, secara tiba-tiba aku teringat sesuatu. Omeng.
“ Omeng... omengku.. dimana omengku ?” aku memberontak dari mereka dan kembali ke danau itu.

Aku tidak melihatnya. Ku arahkan mataku kesegala arah, namun tetap saja tidak menemukannya. Lalu aku meminta bentuan kepada orang yang berada disana.
“ Pak, tolong.. kucing saya tenggelam. Tolong selamatkan dia pak !”
“ Sudahlah ! diakan hanya kucing. Yang penting kamu sudah selamat, itu yang terutama”
Aku menatap pria itu dengan tatapan sinis.
“ Raga tidak akan berguna bila tidak ada jiwa yang mendiaminya.”

Aku berlari mendekati danau itu dan memutar otakku serta mencoba melakukan sesuatu. Aku mengambil ranting pohon yang panjang untuk menolong Omengku. Hampir setengah jam aku berusaha mencarinya namun tak ku temukan juga kucingku. Tubuhku gemetar dan air mataku keluar dengan derasnya, aku putus asa.
“ Aarrghhh...............” teriakku pada langit yang tak berawan.
Tanpa fikir panjang aku turun ke dalam danau itu dan berusaha kembali mencari kucingku. Angin tiba-tiba bertiup kencang dan mataku tidak dapat melihat dengan baik. Ku usap mataku dengan tanganku dan secara perlahan aku melihat sesuatu menghampiriku. Kulihat bangkai kucingku terseret oleh air yang dihembus oleh angin.
Aku mendekatinya dan mengangkatnya seperti saat aku mengangkatnya dulu. Aku lihat wajahnya yang telah beku dan basah. Aku memanggil namanya, aku belai kepalanya berharap dia membalas ucapanku, namun tidak ada jawaban darinya. Lalu aku mengangkat kepalaku ke atas dan menutup kedua mataku berharap air mataku tidak dapat keluar dari kedua mataku.

Aku tahu ini percuma, kemudian aku kembali ke atas dan membawa pulang kucingku tanpa ditemani penduduk setempat. Sesampainya di rumah aku melihat kedua orang tuaku belum pulang bekerja. Dan sesampainya aku dikamar, aku mengeringkan tubuhnya diatas kasur kamarku dan menyelimutinya. Sejenak aku tidur disampingnya dan membisikkan sesuatu di telinganya.
“ Bagaimana bisa kau pergi dariku sementara kau berada di hatiku.”
Dengan air mata terakhir, aku kuburkan kucingku di belakang rumahku dan mengabadikannya sebagai sahabat terbaikku..
 
                                                                            *END

Cerpen Horor- Sahabat dari Dunia Lain

SAHABAT DARI DUNIA LAIN...
Oleh Rhenata Francisca
 
Mempunyai hidup yang berkecukupan bukanlah alasan utama seseorang ataupun suatu keluarga untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan itu diraih bukan karena harta yang melimpah, tetapi keharmonisan didalam keluarga. Kesibukan orangtua kadangkala menyebabkan anak-anaknya kurang mendapat kasih sayang. Begitu pula dengan kehidupanku, karena kesibukan orangtuaku , kini semua kekayaan orangtuaku tidak akan berarti apa-apa bagiku.

Angin bertiup semilir. Tampak matahari yang memancarkan cahaya oranye nya, kicauan burung masih terdengar, mereka terbang sesuka hatinya, merasakan keindahan alam semesta ini, kini mereka mengepakkan sayap-sayap mereka dan terbangmenuju peraduan. Dan bersamaan dengan itu, diruangan yang cukup besar, berhiaskan dinding yang berwarna hijau, tepat diatas tempat tidur , aku masih membaringkan tubuhku. Aku bingung entah apa yang harus kulakuan saat ini. Aku ingin merasakan kebahagiaan seperti anak-anak burung yang diberi kasih sayang oleh kedua induknya. Sedangkan aku ? Bagaimana dengan kehidupaku? Entahlah, aku hidup seperti tidak mempunyai orangtua. Mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka. Bisnis sana, Bisnis sini.
“ Huhhh,, pasti mereka tidak akan pulang malam ini “ bisikku.
“ Lebih baik aku keluar saja malam ini, mencari udara segarr,, “

Jam terus berputar . Dan kini jarum pendek sudah menunjukkan angka 7, kini senja itu pun mulai hilang.
Kulangkahkan kaki menuju garasi rumahku, jaket hitam dan helm merah sudah terpasang di tempatnya. Tanpa berlama-lama ku nyalakan mesin, dan melajukan motorku dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Tak sadar, dipersimpangan jalan tetap dengan kecepatan yang tinggi, motor ku melaju, dan dari arah berlawanan, sebuah truk besar juga dengan kecepatan tinggi melaju.

Dann, peristiwa naas itu terjadi. Sedikit terdengar olehku teriakan orang-orang sekitar yang melihat peristiwa itu. Kurasakan aroma yang sangat amis bagiku, cairan merah itu mengalir dikepalaku. Beruntung nyawaku masih bias terselamatkan.

Perlahan-lahan kucoba membuka mataku. Tercium olehku aroma khas rumah sakit. Saat kubuka mata, hanya seorang lelaki yang tampak disampingku. Aku merasa tak pernah mengenalnya. “apa mungkin dia yang mencelakakan aku “ ucapku dalam hati.

Kucoba melihat lebih luas lagi. Mereka tidak ada. Dimana mereka ? Disaat aku seperti ini, masihkah merek sibuk dengan urusan mereka sendiri ? “ KETERLALUAN “ batinku tersiksa.
“ Kau sudah sadar ? “ tanyanya.
“ yaa,,yya, ssii,,aa,,paa kau ? “ jawabku dengan suara yang agak terbata-bata.
“ Aku Ilham. Siapa namamu ?”
“ nna,,mmaa,, ku Lena”
“ Oh, ya sudahlah, sebaiknya kau istirahat terlebih dahulu. Sepertinya keadaanmu belum terlalu baik. “usulnya.
“ Tidak apa-apa. Aku sudah mulai baikan kok. Oh ya, apakah kau melihat orangtuaku ?” tanyaku penasaran.
“ Eum, sepertinya tidak ada seorangpun yang datang menjengukmu sejak tadi. “ Ia mengernyitkan dahinya dan mencoba mengingat.

Aku kecewa dengan mereka.
“ Sepertinya aku ingin istirahat sebentar “ pintaku.
“ Baiklah, kalau seperti itu maumu, sebaiknya aku keluar saja, agar tidak mengganggumu” ucap Ilham

Kulihat Ilham begitu cepat menghilang dari hadapanku. Aku masih bingung siapa sebnarnya dia ? Apakah aku lupa ingatan ? Ahh, tidak mungkin, kalau aku lupa ingatan tidak mungkin aku ingat dengan kedua orangtuaku. Tapi, siapa dia ? Dan, dimana semua teman-temanku ? Tak ada satupun diantara mereka yang menjengukku. Apa aku tidak berguna lagi bagi mereka ? Apa salahku? Bukankah aku selalu hadir disaat mereka susah ? Ini balasan merreka ? kekecewaanku kini semakin dalam.
***

Malampun tiba, kembali kubuka mataku. Masih tampak Ilham yang setia menemaniku.
“ CCKKLLEEKK” pintu kamarku terbuka, diikuti oleh masuknya seorang suster membawa sajian malamku.
“ Hai nona Lena, bagaimana keadaannya ?” Tanya suster itu ramah.

Hey, pertanyaan basa-basi yang terlalu basi menurutku. Udah pasti keadaanku masih sakit.
“ Hmmm, ya seperti ini lah sus,, “ jawabku .
“ Dimana keluarga nona ? sepertinya sedari tadi tidak ada yang menjenguk.. ?”

Hhhaahh ? Aku sangat terkejut mendengar pertanyaan nya.

Hey suster, tidakkah kau lihat, seorang pria disana ?
“ Hmmmm,, mungkin mereka sibuk sus..”
“ Oh, ya sudahlah, Janganlupa dimakan yah makanannya, dan ini obatnya. “ sambil memberika sebungkus plastic yang berisi beberapa butir obat.

Suster itupun berlalu pergi. Tetapi aku masih bingung , mengapa suster itu mengatakan bahwa tidak ada orang yang menjengukku ? Ahh,, mungkin dia tidak memperhatikan Ilham
“ Hey Lenna, jangan melamun.. Ntar kesambet loh ?” candanya.
“ Ahh, tidak, aku tidak melamun.. “
“ Ya sudah, ayo kau harus makan “ sambungnya, sambil mengambil piring yang terletak diatas lemari kecil .
“ Tidak, aku tidak selera makan. “ tolakku.
“ Heey, ayolahh, supaya kau cepat keluar dari sini. Apakah kau mau tinggal berlama-lama disini ? “Tanya Chiko.
“ Ya tidak lah, tempat ini sangat aku benci. Tapi, aku juga tidak mau tinggal dirumah.. “
“ Mengapa begitu ?“ ucapnyapenuh tanya
“ Aku merasa bosan tinggal dirumah. Dirumah aku tidak mempunyai teman, bahkan kasihsayang orangtuaku , tidak pernah kurasakan. Mereka hanya sibuk dengan urusan kantor mereka. “ aku mulai curhat dengannya.
“ Kau sebaiknya jangan melihat dari sisi negatifnya saja, lihat jugalah sisi positifnya. Bukankah mereka melakukan itu demi kepentingan hidupmu juga ?” respon Ilham.
“ Ya, memang benar, tapi harta itu tidak menjamin kebahagiaanku.. “ sambungku.
“ ya, benar juga apa yang kau katakana. Ya sudah, sebaiknya sekarang kau habiskan terlebih dahulu makananmu ini.. “ saran Ilham.

Hatiku merasa lega, setelah aku menceritakn kehidupanku kepada Ilham. Tak pernah ada seorangpun yang bias menjadi tempat aku mencurahkan isi hati. Kini kutemukan dia, aku menganggapnya SAHABAT.
“ Oh ya, kau tidak pulang ? “ tanyaku kepada Ilham.
“ Iya, sebentar lagi aku pulang, aku akan pulang setelah kau tidur.. “ ucapnya.
“ Baiklah, sekarang aku akan tidur, kelihatannya kau sudah lelah “ Kucoba memejamkan mataku, dan akhirnya akupun tertidur.
***

Kini malam berganti pagi, cahaya matahari pagi membangunkanku. Kucoba membuka mataku. Dan aku kembali kecewa. Tapi kekecewaanku tidaklah begitu besar, karena kehadiran sahabat baruku Ilham. Tetap saja mereka tidak menjengukku.
“ Selamat pagi Lenna.. J” sapa Ilham sambil memancarkan senyum indahnya.
“ Pagi juga Ilham.. “ jawabku membalas senyumnya.
“ Gimana ? sudah lebih baik ?”
“ Yaa, sudah lumayan… “
“ Oh iya, sepertinya aku harus keluar sebentar, dan nanti aku akan kembali lagi. Tidak apa-apa kan? “ tanyanya.” Iya, tidak apa-apa kok… “

Ilham pun beranjak keluar. Dan,, ehh pintu itu dapat ditembusnya ?

Ahh,, mungkin hanya halusinasiku saja.
Kini aku sendiri lagi, tidak ada yang menemaniku sekarang. Tapi aku juga tidak boleh memaksakan kehendakku.

Kembali kuingat kekesalanku kepada orangtua dan teman-temanku. Sudah 2 hari aku menetap ditempat ini. Dan tak pernah sekalipun mereka menjengukku ? Mungkinka aku tidak berguna lagi ? Apakah lebih baik aku pergi ?

Saat itu entah makhluk apa yang merasuk tubuhku, hingga aku mencoba untuk menghilangkan nyawaku.
“ Lebih baik aku mati .. “ batinku tersiksa

Kulangkahkan kaki ku menuju lantai rumah sakit yang paling atas.

Kuberdiri dipinggiran sisi lantai loteng itu. Kini tangisku mulai meledak, tetesan bulir bening itu mulai berjatuhan membasahi pipiku. Kuingat semua kehidupanku , dimana tak ada kebahagiaan. Tak ada sedikitpun tersirat kenangan indah dihidupku.

Kini tinggal beberpa langkah lagi jarak antara aku dengan lantai dasar.
" Selamat Tinggal Semuaaa…. “ isak tangisku kembali terdengar.
“ TTTUUUNNGGGUUUU……. “ suara teriakkan terdengar dari belakangku, dan mengentikan langkahku.

Ku balikkan tubuhku dan ku berlari kearahnya, memeluk tubuh nya.
“ Ham, aku tidak tahan lagi hidup di dunia ini. Tidak ada satu orangpun yang peduli denganku. Lebih baik aku mati. “ ucapku sambil terisak.
“ Mati bukanlah jalan terbaik. Masih banyak orang yang menyayangimu disana, Mati itu tidaklah menyenangkan. Kau akan merasakan apa yang kurasakan. Tidak dapat menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan .. “ ucap Ilham.
“ Maksudmu ? merasakan apa yang kau rasakan ? “ tanyaku heran dan melepaskan pelukanku, lalu menatap matanya. Kulihat kesedihan yang mendalam disana, dan wajahnya yang pucat.
“ Yah, aku akan memberitahumu sesuatu. Sebenarnya aku ini adalah arwah yang telah meninggal. Dan aku meninggal dengan cara terbodoh yang pernah ada. Yaitu menjatuhkan tubuhku disini. Tepat dimana kau ingin menghilangkan nyawamu. Dan aku sangat menyesali perbuatanku itu. “ jawabnya sedih.
“ Jadi, maksudmu , kau ini adalah Hantu ? Lantas, bagaimana aku bisa melihatmu ? “ tanyaku heran.
“ Ya, seperti itulah. Aku ditugaskan untuk memperingatkan mu. Jadi, kau dapat melihat wujudku. . . “ Jelasnya.
“ Oh, pantas saja suster itu tidak dapat melihatmu. Dan kau juga dapat melewati pintu , kamar itu,, “
“ Ya begitulah, sebaiknya, kau hapus air matamu itu, dan kita sekarang kembali ke kamar, tenangkan dirimu.. “ bujuknya.
“ Baiklah.. “

Kami berjalan menuju kamar, tak kusangka, sahabat pertamaku itu adalah sesosok makhluk dari dunia yang berbeda denganku. Terngiang dipikiranku ucapan-ucapan yang terlontar dari bibirnya.

Kini kami sampai didepan kamarku. Kubuka pintu, dan ada sesuatu hal yang dapat membuatku sangat terkejut. Mereka datang ? Ada angin apa gerangan? Bukankah mereka sibuk dengan urusan mereka ?

Kusimpan didalam hati kebahagiaan kecil itu . Dengan wajah murung kulangkahkan kakiku kedalam.
“ Sayang, kamu dari mana saja ? Maafkan mama dan papa sayang, kami terlalu sibuk dengan urusan kami, sehingga kamu jadi begini. Maafkan mama.. L “ tangisan penuh penyesalan tampak dari wajahnya sambil memelukku, terasa dipundakku seperti ada sesuatu. Cairan bening dari matanya mulai membasahi pundakku.

Mereka memelukku, penuh kasih sayang, baru kali ini , kurasakan kebahagiaan itu.
“ Sudahlah ma, aku sudah memaafkan mama dan papa , lupakan masa lalu, kita mulai lembaran baru. “ ucapku.
“ Baiklah sayang.. J” ucap mamaku.
Disisi lain kulihat Ilham tersenyum kearahku.
Kubalas senyumannya itu.
Kini aku merasa bahagia, akhirnya aku merasakan kebahagiaan itu….
Keesokan harinya, hari dimana aku telah diijinkan untuk meninggalkan tempat membosankan ini..
Disampingku telah ada kedua orangtuaku yang membantuku untuk mengemas barang-barangku.
Tapi, ada yang aneh, dimana Ilham ? Kenapa dia tidak kelihatan hari ini ?
Tak sengaja, aku melihat diatas meja secarik amplop terletak disana. Perlahan kubuka isi amplop itu..

Dan kubaca..
Dear Lenna,,
Hai cantik, sudah sembuhkan ?Bagus kalau begitu..
Nah, dengan sembuhnya kau, tugasku pun kini telah selesai,,,
Kau telah mendapatkan kebahagiaanmu , dan kasih sayang dari kedua orang tuamu..
Sekian yah, surat perpisahan dariku.

Selamat tinggal Lenna.. J
I will miss You..
Ilham

Dengan sigap kulangkahkan kaki ku dengan kecepatan yang cukup tinggi, menuju loteng rumah sakit.

Dan sesampainya disana , kudapati sosok seseorang yang tersenyum kearahku..
“ ILHHHAAAMM… “ teriakku dan berlari memeluknya.
“ Sudahlah, kau tidak usah bersedih, bukanah kebahagiaan sudah ada ditanganmu ? Kini aku harus pergi, tugasku sudah selesai. .. “ pamitnya, dan melepaskan pelukan itu.
“ SELAMAT TINGGAL LENNA.. J “ ucapnya dan melangkah menjauhiku,, semakin lama ia hilang dari pandanganku,,,
“ SELAMAT TINGGAL ILHAM ,,,

Kau adalah sahabat terbaikku, SAHABAT DARI DUNIA LAIN ..

Cerpen Remaja - Antara Sahabat dan Cinta Pertama

ANTARA SAHABAT DAN CINTA PERTAMA
Cerpen NN

"Apa kau yakin ingin meninggalkan London ?"tanya gadis cantik itu, rambut lurusnya diikat dua, mata hijaunya berbinar-binar, kulit putihnya sedikit terlihat kemerah-merahan.
"Aku yakin, aku akan pergi ke Jepang, tempat asalku dilahirkan"jawab gadis Jepang itu yakin, gadis itu berambut panjang gelombong coklat muda diikat satu, mata birunya sedikit berbinar.
"Baiklah Megumi, aku harap lain kali kau akan mampir ke London"kata gadis itu sedikit sedih.
"Ya Emily, aku pasti akan mampir kembali dan menghampirimu !"kata Megumi meyakinkan.
"Selamat tinggal Megumi"kata Emily sambil melambaikan tangannya, Megumi pun menaiki pesawat yang akan membawanya ke negeri Sakura.Selama diperjalanan Megumi hanya meneteskan air mata, mengingat sahabat terbaiknya selalu menunggu kehadirannya.
"Emily, aku janji akan kembali"kata Megumi dalam hati sambil meneteskan air mata.

Sesampai di Jepang, Megumi pun mencari kedua orang tuanya, gadis berumur 16 tahun itu mencari kedua orang tuanya, Megumi pun menemukan mereka, kedua orang tuanya sekarang sudah terlihat tua, setelah selama 4 tahun tidak bertemu orang tuanya, Megumi bersekolah di London bersama Tante dan Omnya.Megumi pun memeluk orang tuanya.
"Mama, Papa.Megumi rindu pada kalian"kata Megumi meneteskan air mata rindu.
"Kami juga merindukanmu nak"kata Mama yang juga menitikkan air mata haru.Megumi pun pulang ke rumah yang selalu ia rindukan.Di rumah sudah ada Nana, adik tersayangnya yang masih berusia 10 tahun, Megumi pun memeluk adik tersayangnya.
"Shimai, Nana rindu sekali sama Shimai"kata Nana senang melihat kakaknya sudah pulang.
"Shimai juga rindu padamu Nana"kata Megumi.Megumi pun menuju kamar tidurnya, tidak ada perubahan dengan kamarnya saat berusia 12 tahun.Dinding berwarna kuning itu masih dihiasi beberapa lukisan karya Megumi, dan sebuah jam dinding hijau kesayangan Megumi, bed cover hijau polkadot putih itu masih dihiasi sebuah boneka beruang kesayangan Megumi saat kecil, lemari kayu, meja rias putih, dan sebuah meja berukuran sdang masih terletak rapi di kamar itu, Megumi pun merebahkan diri di bed cover itu sambil memeluk boneka beruangnya, tiba-tiba handphonenya berdering, tertera sebuah pesan telah berada di kontak handphone tersebut, Megumi pun membaca pesan itu,
"  Megumi bagaimana perjalananmu ? Apakah berjalan lancar ? Aku harap begitu.Adikku, Eiji menangis terus karena tau kau pergi jauh dari London.Aku masih menunggumu sahabatku..."
Megumi pun membalas pesan itu,
"  Perjalananku berjalan lancar, oh iya titipkan salamku untuk keluargamu terutama Eiji.Aku rindu pada adik kecilmu itu, aku rindu tawa Eiji.Aku pasti akan kembali ke London, tunggu aku ya"
Megumi pun mengirim pesan itu.Megumi pun mulai menutup matanya.
Sinar mentari membangunkan gadis cantik yang sedang terlelap lelah setelah menempuh perjalanan jauh, Megumi pun bergegas membersihkan diri, tidak begitu lama Megumi pun selsai berbersih diri, ia pun duduk di meja riasnya, Megumi mengoleskan bedak, dan blush di wajah putihnya, sedikit lipsgloss teroles rapi di bibirnya.Rambut gelombangnya digulung dua.Selesai berdandan, Megumi pun menuruni tangga dan menuju ruang makan, di meja makan tersebut sudah tersedia semangkuk mie khas Jepang, dan teh hijau khusus untuk Megumi.Megumi pun menyantap sarapan tersebut,
"Shimai kapan mulai sekolah kembali ?"tanya Nana dengan suara imutnya.Megumi pun menelan mienya,
"Mungkin menunggu sampai sekolah Shimai membuka peserta didik baru"jawab Megumi.
"Hm..Mama..Mama, Shimai akan bersekolah dimana ?"tanya Nana lugu kepada Mama.
"Megumi akan bersekolah di High School Saiensu"jawab Mama kepada putri keduanya.Megumi pun selesai memakan sarapannya, ia pun menuju kamarnya,
"Hm..Mungkin aku harus berjalan-jalan keluar rumah untuk menghirp udara segar"kata Megumi, lalu mengambil jaket putihnya, lalu turun menuju pintu.
"Megumi, kau mau kemana ?"tanya Mama.
"Aku mau menghirup udara segar Ma"jawab Megumi sambil membuka gagang pintu.
"Hati-hati ya nak !"kata Mama.Megumi pun mulai berjalan-jalan, ia pun duduk di bangku Taman
Bunga Sakura.Tiba-tiba ada seseorang yang tak sengaja menumpakkan air mineralnya dijaket
 Megumi.
"Ah..Maaf"kata seorang laki-laki kepada Megumi, laki-laki itu tampan, rambutnya berwarna coklat muda, mata hitamnya terlihat ada penyesalan.
"Tak apa"jawab Megumi, pipi Megumi bersemu merah, sepertinya ia menemukan cinta pertamanya.
"Siapa namamu ?"tanya laki-laki itu.
"Namaku Megumi Natsuko, kamu dapat memanggilku Megumi"jawab Megumi, pipinya masih
bersemu meah.
"Namaku Katashi Masuo, kamu dapat memanggilku Katashi"kata Katashi ramah.
"Kamu masih bersekolah ? Lalu sekolahmu dimana ?"tanya Megumi memberanikan diri.
"Aku masih sekolah di High School Saiensu"jawab Katashi.
"Aku juga akan masuk HSS loh"kata Megumi.
"Yang benar ? Kau akan jadi murid baru ya di kelas 10, berarti kau harus memanggilku Ani dong
hahahaha"canda  Katashi.
"Enak saja, aku akan masuk kelas 11"jawab Megumi.
"Semoga kau sekelas denganku, eh sudah dulu ya.Aku ada janji dengan sahabatku, sampai bertemu di HSS"kata Katashi sambil melangkah pergi.Megumi juga bergegas pulang, sesampai di rumah, Nana menyambut Shimainya.Megumi pun menuju kamarnya,
"Aku tak sabar menunggu saat aku masuk HSS"kata Megumi dalam hati, Megumi tidur lelap di
bed covernya...

Cerpen sahabat Cokelat

SAHABAT COKELAT
Cerpen Rafael Stefan Lawalata

“Irama! Sudah hampir setengah jam kamu di dalam! Ayo cepat!” terdengar suara seorang wanita yang menggelegar di telingaku. Tidak asing lagi pemilik suara “petir” di pagi hari itu, tak lain adalah ibuku. Ibu memang suka sekali bernyanyi setiap pagi, ketika membangunkanku, memanggilku untuk sarapan, atau ketika aku lama di dalam kamar mandi.

Memang, tak terasa waktu yang kuhabiskan ketika aku berada dalam kamar mandi. Segera aku membilas diri, sambil tetap bernyanyi dan dalam hitungan detik aku sudah berjalan menuju kamar. “Cepat sedikit! Kamu belum sarapan juga!” menggelegar kembali suara ibu dari balik pintu kamar. “Ya bu!” kataku sambil memakai seragam putih abu-abu, hari ini hari Senin, aku harus memakai seragam yang lengkap. Topi, dasi, sepatu hitam harus siap sedia.

Dalam hitungan menit, aku telah rapi berpakaian. Tas berisi buku pelajaran hari ini telah siap dalam genggamanku, sebelum aku keluar kamar, kutengok sebentar cermin di kamar. “Bercermin terus, nanti juga cerminnya pecah!” kata seseorang di luar kamarku. “Duh, berisik kamu de! Bisanya ganggu kakak aja,” kataku sambil keluar kamar, hendak mengejarnya namun ia telah masuk ke kamarnya terlebih dahulu. “Bu, ade tuh!” rengekku.

    “Irama! Masih di sana kamu? Sudah cepat makan rotimu! Kalian ini, adik-kakak kenapa bertengkar terus? Nanti kalau sudah jauh, baru kangen-kangenan.” Aku hanya tersenyum malu kepada ibu, memang aku dan adikku tidak akur. Kami sering bertengkar. Walau ia laki-laki dan aku perempuan, tak pernah akur rasanya. Pertengkaran kami biasanya dimulai dengan hal-hal sepele, seperti ketika ia mengejek atau sengaja menyembunyikan barang-barang milikku. Duh, adik seperti itu bikin gemes sekaligus kesel!

Tak sempat duduk di meja makan, aku mengambil setangkap roti bakar isi selai cokelat buatan ibu, sebenarnya tidak cukup untuk dijadikan sarapan, tetapi apa boleh buat, waktu mengejarku. Sambil mengunyah roti itu, aku memakai kedua sepatuku, merapikan dasiku dan segera berlari menuju bapak yang sedang baca koran di depan. “Pak, aku pergi dulu yah,” kataku berpamitan. “Sudah mau berangkat? Tak bareng ademu toh?”

Aku menggelengkan kepala, “Dia masih beres-beres di kamar,” kataku menunjuk ke dalam.
    “Pamit dulu sana sama ibu.”
    “Ya pak,” kataku sambil beralih kepada ibu yang sedang membawakan secangkir kopi panas untuk ayah. “Bu, aku pergi dulu ya.”
    “Rotinya sudah dimakan?” tanya ibu.
    “He-eh sudah kok, aku sudah telat nih, dadah,” kataku seraya berlari ke arah teras.
    “Eh, sebentar Irama!” panggil bapak.
    “Ya, kenapa pak ?”
    “Ini uang jajanmu,” kata bapak sambil memberikan dua lembar sepuluh ribuan kepadaku. “Cukup hingga makan siang kan?”

Aku mengangguk, lalu tersenyum kepada bapak dan ibu. Sungguh baik memiliki kedua orangtua yang selalu pengertian kepada anaknya. “Dadah!” kataku melambaikan tangan dari balik pagar. Kemudian aku mulai berlari-lari kecil dari depan rumahku. Letak sekolahku memang tidak begitu jauh dari sekolah, hanya terpaut sekitar 1 kilometer. Jadi setiap pagi aku berjalan kaki, terkadang bersama adikku, atau dengan temanku, Azka namanya. “Oh ya Azka! Aku kan janjian dengan dia untuk berangkat bareng!” kataku agak panik. Jam tanganku menunjukkan pukul 06.42, sekitar sepuluh menit lagi sekolahku akan masuk. “Aku harus lari pagi nih!” kataku setelah mengikat rambutku lalu mengambil start layaknya seorang pelari. “Aku tak boleh telat! Bisa-bisa kena hukum lagi sama Bapak Surdi!” Peraturan di sekolahku, siswa-siswi yang telat diharuskan membersihkan lapangan sekolah dan tidak boleh masuk jam pertama. “Hari ini ulangan Fisika juga jam pertama, aku tak boleh telat!”

Nafasku berpacu dengan langkahku, rokku yang panjang membuat laju lariku agak terhambat, ingin rasanya aku memakai celana saja karena tidak merepotkan. Lagi-lagi peraturan sekolah yang mewajibkanku. “Peduli amat dengan rok panjang, yang pasti aku tak boleh telat!” Gedung sekolahku sudah terlihat, hanya tinggal berjarak beberapa ratus meter dari gang depan. Aku mengambil nafas sebentar, dan melihat jam tanganku kembali. Pukul 06.48. Masih ada cukup waktu, pikirku. Ketika aku mulai berlari kembali, sesosok wajah yang kukenal lewat di depan wajahku, yang wajahnya sudah tidak asing lagi bagiku. Siswi itu berlari juga seperti aku, hanya saja ia berlari lebih cepat karena tubuhnya yang lebih kecil daripadaku. “Hei, Azka!” teriakku kepadanya. Ya, nama siswi itu adalah Azka, teman sekelasku sekaligus teman rumahku. Dia adalah seorang yang cekatan, lincah, ahli dalam berbicara. Hampir sama denganku, ia juga seorang yang cuek. Berdasarkan kecocokan itulah, kami cepat akrab.

Azka sejenak menoleh, lalu kembali berteriak kepadaku, “Hah? Ira? Kamu juga terlambat?” Aku berlari menghampirinya, “Terlambat? Masih ada waktu kok.” Azka menggelengkan kepalanya, “Kau ini pelupa yah, hari ini hari Senin, upacara tau!”

Seperti tersengat jutaan voltase listrik, aku kaget mendengar. Ya hari Senin! Upacara akan segera dimulai, sekolah pasti masuk sepuluh menit lebih cepat. Untuk itu tadi aku menyiapkan topi, astaga bagaimana aku bisa lupa! “Astaga! Aku lupa Zka!” Azka memang sudah tidak terkejut lagi melihat aku yang pelupa ini. Begitupun dia, bangun kesiangan karena semalam nonton bola bersama ayahnya, begitulah sekiranya ia menjelaskan kepadaku. Tak berbasa-basi lagi, kami berdua berlari menuju pintu gerbang sekolah.
Dugaanku benar. Kami berdua telat masuk pagi itu. Ketika siswa dan siswi yang lain tengah melaksanakan upacara bendera, kami berdua dan beberapa siswa yang terlambat berdiri di halaman depan sekolah, berbaris menunggu hukuman yang akan diberikan. Kulihat satu persatu wajah mereka, ada yang masih mengantuk, ada seorang siswa yang belum menyisir rambutnya, tak pakai dasi, gesper atau bahkan lupa memakai kaos kaki. Aku hanya tertawa sendiri saja melihat hal itu, walau aku sendiri bernasib sama seperti mereka. Dari sekian banyak wajah yang kulihat, di barisan depan aku mengenali seseorang. Seorang siswi berkulit sawo matang dengan rambut lurus tergerai, siapa lagi kalau bukan teman sekelasku, Meli namanya. Dia memang langganan terlambat, wajar saja rumahnya sangat jauh dari sekolah. Dia pernah berkata kepadaku bahwa untuk sampai ke sekolah saja ia membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan, belum dihitung dengan macetnya. “Bakal ramai nih pagi ini!” kataku kepada Azka yang berbaris di sebelahku, Azka sendiri hanya menatapku bingung.
    “Fiuhhh.... apa tidak ada tugas yang lebih berat selain belajar?” kataku sambil memunguti sampah di dekat pohon bambu, di halaman depan sekolah. “Kalau bapak ibuku melihat ini, mereka akan menangis kurasa.”
    “Ya Ra, aku setuju. Masa kita disuruh mungutin sampah sih?” lanjut Azka sejalan dengan perkataanku.
    “Sudah ah Zka, aku capek! Habis lari disuruh pungutin sampah juga!” Kataku sambil memasukkan sampah plastik dan beberapa dedaunan kering ke dalam tempat sampah. Segera aku duduk di sebelah pohon bambu itu dan membuka tasku, mencari saputanganku untuk menyeka keringat yang bercucuran. “Astaga! Kita melewatkan ulangan Fisika Zka!”

Azka hanya terdiam, dia memang tidak peduli mengenai ulangan pelajaran yang membingungkan itu. “Peduli amat sama itu Ra! Menyusul nanti juga bisa, Bu Yaya baik ini sama kita.”
    “Iya sih, Zka tapi percuma dong aku belajar semalaman...” kataku meratapi buku paket fisika yang kupegang itu. “Lagi-lagi berdua menyusul yah?”
    “Ehem! Bertiga!” kata Meli yang tiba-tiba bergabung bersama kami. “Kalian jahat melupakan aku!”
    “Hehehe, aku lupa ada kamu Mel...” kataku.
    “Eh, ngapain kamu disini? Nanti Pak Surdi tau lho kita gak ngambilin sampah,” jawab Azka yang kini turut duduk di sebelahku.
    “Sudah tenang saja,” jelas Meli. “Pak Surdi gak bisa lihat kita disini, tuh dia berdiri di sana, terlalu jauh untuk melihat kita di ujung sini.” Lalu setelah merasa aman untuk berbincang, kami bertiga sudah larut dalam pembicaraan ala remaja putri.

Tidak terasa hari Senin itu berlalu dengan cepat, bel berbunyi nyaring seakan menyegarkan pikiranku dari pelajaran yang rumit. Ingin segera aku merebahkan diri pada kasur tempat tidurku, menikmati segelas es teh manis dan membaca majalah favoritku, namun sekali lagi aku harus memacu otakku di siang hari yang panas itu. Kami bertiga harus mengikuti ulangan susulan Fisika siang itu juga, bertempat di ruang guru. Untung saja aku sudah belajar, entah dengan kedua temanku itu. Kami duduk berjauhan dalam ruang guru, dengan mata Bu Yaya mengawasi gerak-gerik kami. Setelah setengah jam berlalu, selesai sudah aku berkelut dengan soal-soal Fisika. Azka dan Meli pun mengumpulkan soal mereka beberapa menit setelah aku. Lalu kami berjalan pulang bersama, Aku dan Azka meneruskannya dengan berjalan kaki sementara Meli segera menuju motornya di parkiran sekolah.

    “Zka, daritadi kok aku tidak lihat Adel ya?” kataku memulai pembicaraan.
    “Entahlah,” jawab Azka mengangkat bahunya. “Setahuku dia masuk kok, kalau gak salah dia tadi dijemput sama supirnya.”
    “Sekarang dia sibuk yah,” sambungku, “Kalo ingat dulu kita suka main sama-sama rasanya kangen deh.”
    “Itu sudah 2 tahun lalu Ra, sekarang kita sudah kelas 3, sudah punya kesibukan masing-masing.” Memang benar, kami ber-empat sudah merupakan teman sejak kelas 1 SMA. Saat itu kami masih lucu-lucunya bila dibandingkan sekarang. Temanku yang seorang lagi bernama Adelia, aku biasa memanggilnya dengan Adel. 

Kami ber-empat cukup eksis di sekolah, bukan karena hal buruk lho. Kami ber-empat adalah siswi-siswi yang telah mengharumkan nama baik sekolah, mulai dari Adel yang jago renang; dia adalah seorang atlit renang dan telah memenangkan tiga kompetisi besar sampai saat ini, dan meraih dua emas dan satu perak di antaranya, dia juga jago bermain piano. Kemudian, Meli, walau sekilas dia terlihat biasa saja, sebenarnya dia itu mengikuti olimpiade debat bahasa Inggris dan sudah dua kali membawa nama baik sekolah kami hingga ke tingkat provinsi. Lalu Azka, selain dia yang paling “tomboi” di antara kami, Azka yang seorang atlit karate juga mahir soal berhitung, dia juga dijuluki Mak Pedit, karena setiap meminjamkan uang kepada temannya akan dikenakan bunga, sungguh orang yang perhitungan sekali. Tapi itulah teman-temanku, dan aku sendiri? Irama Melodwi, itulah namaku. “Irama” berarti nada, dan “Melodwi” adalah permainan kata dari “melodi” dan “dwi” yang artinya alunan nada kedua, karena aku anak kedua di keluargaku, setidaknya itu yang bapak pernah bilang padaku. Selain aktif di Paskriba sekolahku, aku pernah mewakili sekolahku hingga tingkat kota, sungguh menyenangkan. Selain itu aku hobi bernyanyi dan kata teman-temanku, suaraku bagus dan merdu. Bukan berarti sombong lho.

Kami semua berteman baik sejak kelas 1 SMA, kemana-mana selalu bersama, suka duka kami cicipi bersama. Dari disanjung oleh satu sekolah hingga ditertawakan oleh satu sekolah pun pernah kami rasakan. Kalau dibilang sahabat tak abadi, bisa dibilang benar bisa dibilang salah, apapun pendapat orang, bagiku mereka adalah sahabatku selama SMA ini. Tapi hubungan persahabatan kami mulai berubah, sejak kedatangan seorang siswa baru, Raden namanya. Entah kenapa karena seorang ini, hubungan kami yang tadinya baik-baik saja kini berubah menjadi “tidak baik-baik” lagi.

Keesokan harinya, saat bel istirahat berbunyi, aku mengajak kedua sahabatku, Azka dan Meli untuk makan ke kantin. Kebetulan aku belum sarapan, karena kesiangan lagi. Namun di tempat kami biasa makan, sudah duduk menanti Adel bersama semangkuk bakso dan segelas es teh di depannya. “Kita telat satu ronde nih,” kataku.

Dengan segera, aku memesan indomie rebus lengkap dengan telor kesukaanku, diikuti oleh Azka dan juga Meli. Tak lupa aku memesan es teh manis sebagai minumannya. Sambil makan, kami mulai larut dalam perbincangan.
    “Del, kamu kemana saja sih? Kok gak main sama kita-kita lagi?” tanyaku.
    “Maaf Ra, aku sibuk les piano, soalnya akan ada lomba, ayahku memintaku untuk meningkatkan latihanku.”
    “Lomba? Kapan Del?” tanya Meli.
    “Tepatnya dua minggu dari sekarang, di Jakarta, aku diikutsertakan sama papaku.”
    “Pantes saja, jadi kamu latihan setiap hari?”
    “Iya Ra, aku gak mau mengecewakan papa.” Aku tersenyum kepadanya, sungguh Adel adalah seorang yang patuh kepada kedua orangtuanya. Tak seperti aku.
    “Ngomong-ngomong soal lomba, kalian udah denger belum soal anak baru yang ganteng itu?” sambung Meli. “Aku denger, siswi-siswi di sini berlomba cari tahu tentang dia lho.”
    “Ah kamu ini,” kataku, “Kalo enggak ngomongin hape, pasti ngomongin cowo, huuu.”
    “Ih biarin, emang kamu enggak penasaran apa sama dia?”
    “Enggak tuh,” jawabku dingin.
    “Huuu, judes amat sih kamu Ra,” balas Meli. Aku hanya menyendok bakso ke dalam mulutku saja, menurutku apa pentingnya membicarakan masalah “cowo”.
    “Oh ya aku tau,” sambung Azka, “Anak cowo pindahan baru itu yah? Kalau gak salah namanya...”
    “Raden!” jawab Adel secepat kilat. “Itu dia anaknya!” katanya sambil menunjuk ke arah seberang meja makan kami, terlihat beberapa anak cowo berjalan ke arah sana, aku kenal beberapa dari mereka. Yang berkacamata di depan adalah Ubay, terus ketua kelas kami Andra, dibelakangnya disusul Evan dan wajah yang ini baru kulihat, laki-laki tinggi berkulit cokelat muda, sudah pasti dia Raden yang dibicarakan.
    “Tuh kan ganteng banget,” kata Meli. “Lihat deh badannya tinggi, mukanya manis dan gayanya itu deh oke banget!”
    “Setuju, aku langsung luluh nih,” Kata Adel sejalan dengan Meli.
    “Ih apasih kalian? Biasa aja tuh dia,” jawabku. “Iya kan Zka?”
    “Akan beda ceritanya kalau Raden itu laki-laki yang punya mobil BMW yang menjemputnya dan selalu traktir siapa saja.”
    “Huuu, kamu juga ikut-ikutan mereka.”

Raden, oh ya aku ingat, murid baru pindahan di kelas sebelah. Tempo hari, Bu Yaya memberitahukannya ketika sedang mengajar, beliau bilang Raden pindahan dari Jakarta, dan sekarang tinggal di sini untuk bersekolah. “Mohon ya kalian menerima dia dan membuatnya nyaman di sekolah kita, walau dia tidak sekelas dengan kalian,” pesan Bu Yaya kepada kami. Sebenarnya aku melihat dia biasa saja, tapi entah kenapa waktu aku melihat dia seolah matanya menyapa mataku, atau mungkin aku hanya berlebihan.

Sepulang sekolah, aku dan Azka kembali jalan berdua. Siang itu cukup terik, jadi aku dan Azka berjalan di balik bayang-bayang gedung sekolah. Aku yang berjalan tanpa melihat ke depan tiba-tiba, BRUK! Aku menabrak seseorang hingga tubuhku jatuh ke belakang, Azka segera menolongku.
    “Oh, maaf ya, aku tak sengaja...” kataku sambil bangun dan astaga! Itu Raden! Itu Raden yang aku tabrak baru saja.
    “Enggak, enggak, aku yang salah, maaf ya...” katanya dengan suara yang terdengar lembut di telingaku. Dia mencoba melihat bed namaku untuk mengetahui siapa yang baru ditabraknya. “Hem, maaf ya... Irama?” katanya.
    “Iya, tak apa kok.”
    “Aku sedikit meleng tadi,” jelasnya. “Kamu gak apa-apa?”
    “Iya, paling Cuma lecet sedikit, sisanya baik-baik aja kok, iya kan Zka?” kataku kepada Raden.
    “Oh, jadi kamu yang bernama Azka?” tanya Raden kepada Azka yang berdiri di sebelahku. Singkat cerita kami berkenalan dan berbincang sebentar, Raden adalah anak yang sopan, baik dan halus kepada perempuan. Bahkan dia menawarkan diri untuk menemani kami pulang, tapi aku menolaknya.
    “Lain kali saja ya Den, aku dan Azka mau buru-buru ke warnet,” jelasku.
    “Baik, tak apa kok,” katanya dengan tersenyum. Segera aku berpamitan dengannya dan menarik tangan temanku, Azka untuk segera berlalu daripadanya.
    “Hei Ra, kok ditolak sih tawarannya? Kan lumayan naik mobil BMW.”
    “Kamu ini, sudahlah biasanya kita pulang jalan kaki juga, jangan males!” kataku sambil berjalan diikuti langkah dari Azka.

Mungkin sejak saat itu, aku baru menyadari bahwa Raden adalah laki-laki yang baik, oh tidak apakah aku suka padanya? Baru saja pertama bertemu, aku langsung teringat terus kepadanya, bagaimana suaranya terdengar atau tatapan matanya yang berbicara kepadaku. Kenapa ini? Rasanya jantungku berdegup cepat, ingin rasanya aku ngobrol dengan Raden lagi. Setiap malam, aku dan ketiga sahabatku itu curhat satu sama lain, tapi kami tidak pernah ngobrol tentang Raden. Jadi aku rasa aku simpan sendiri saja cerita ini buatku.
Kini setiap pagi aku berjalan menuju kelasku, atau ketika makan di kantin, pandanganku tertuju pada Raden. Mengapa ia terlihat begitu baik di mataku? Aku rasa aku menyukai dia. Aku tidak pernah bercerita kepada siapapun mengenai hal ini, kecuali pada Andra, ketua kelasku. Aku menanyakan nomor Hp Raden kepadanya, dengan kedok ingin bertanya soal pelajaran Bu Yaya kemarin. Untung saja Andra tak banyak bertanya, segera setelah itu aku sudah mendapatkan nomor Hp Raden. “Malam ini aku sms dia ah,” kataku dalam hati.

Waktu menunjukkan pukul setengah 8 malam, rasanya sudah berat kedua mataku. Kututup saja buku pelajaran sejarah yang sedari tadi kubaca untuk ulangan besok. Kurebahkan diriku pada ranjang, dan kuambil Hpku. “Ah, aku sms enggak ya Raden? Gimana kalo enggak dibales?” tanyaku. Aku takut mengganggunya, karena sejujurnya aku belum kenal dia, mungkin saja ia sudah lupa sama aku. Tapi akhirnya aku sms dia juga, “Hai Raden, lagi apa? Masih ingat aku, Irama?” Kok aku jadi berdebar-debar yah? Jadi gugup sendirian, gak salah kan sms begitu sama seseorang?

Tak lama, Hpku berdering, satu pesan masuk. Segera saja kubuka, dari Raden ternyata! “Hai juga Irama, iya aku ingat kok, maaf yah soal waktu itu, ada apa?” tanyanya dalam sms. Kuputuskan untuk berbalas sms dengan dia, mulai dari hal-hal kecil hingga yang mendalam. Cukup lama kami berdua smsan. Aku jadi mengetahui, kalau Raden itu pindah ke sini karena ayahnya yang seorang arsitek sedang dinas di kota ini, tapi dia juga tidak tau sampai kapan akan tinggal disini. Tak kusadari jam menunjukkan pukul 9 kurang, aku sudah mengantuk berat rasanya, hingga aku lupa membalas sms darinya kembali.

Hari Sabtu tiba, hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolahku. Aku diminta oleh adik kelasku untuk melatih junior-junior Paskibra. Jadi sudah sejak pukul 7 pagi aku berada di sekolah. Sampai kira-kira jam 9, aku yang sedang beristirahat, melihat Hpku dan baru menyadari kalau sms dari Raden semalam belum dibalas. Maka aku mengirimkan pesan kepadanya, “Maaf yah semalam aku ketiduran, hehehe.” Kami pun mulai smsan lagi, dan aku juga baru tau kalau Raden tidak ke sekolah hari itu. Dia bersama teman-temannya sedang bermain di rumah Andra. Cukup lama kami smsan, hingga malam pun masih aku tekuni. Dia itu tidak membosankan orangnya, asik diajak bicara dan sopan sekali. Aku juga bercerita kepada ibu mengenai hal ini, ibu hanya berpesan, “Jangan terlalu terlena dengan laki-laki, kalau sudah jatuh nanti sakit rasanya.”

Sudah satu bulan ini setiap hari aku smsan sama Raden, walau aku masih bermain dengan Azka, Adel dan Meli, sedikitpun tak pernah aku singgung masalah ini dengan mereka. Cukup aku saja yang mengetahuinya. Tapi, entah kenapa aku merasa nyaman sama Raden, apa karena dia baik dan sopan ya? Dia juga terkenal baik di antara guru. Tetapi aku masih bingung, sebenarnya aku suka sama dia atau tidak? Ketika di sekolah kami jarang bertemu, karena aku bersama-sama dengan teman-temanku, sementara dia bersama teman-temannya. Kadang, ketika aku dan teman-teman melihat dia, dia seolah melirik kepadaku dan tersenyum, atau karena perasaanku saja ya?

Malam itu, setelah selesai mengerjakan tugas bahasa Inggris, aku kembali sibuk dengan Hpku. Tapi dari jam makan malam, hingga sudah mengantuk, tidak kuterima sms dari Raden. Ingin aku mengirim sms kepadanya dan kembali berbincang seperti biasa, tapi aku malu, dan kenapa harus aku terus yang sms dia duluan? Malam itu terasa sepi, tanpa sms dari dia yang aku tunggu.

Keesokan harinya, ketika sedang berkumpul dengan teman Paskibra, aku memutuskan untuk bercerita dengan seorang temanku yang lain. Aku yakin dia tidak bermulut ember dan bisa menyimpan rahasia ini antara kami berdua.
    “Hei, Syahra, bisa ngobrol sebentar?” tanyaku.
    Syahra, yang sedang duduk sendirian segera mempersilahkanku, “Kenapa Ra? Sini duduk disebelahku.”
    Kutaruh tasku disebelahku, “Begini, aku bingung mau mulai cerita darimana sama kamu...”
    “Tentang apa Ra? Kamu lagi ada masalah?”
    “Bukan, bukan itu. Aku mau ngomong tapi enggak enak, aku malu.”
    “Kenapa harus malu?”
    “Janji yah kamu enggak akan ketawa atau bilang ini ke orang lain?” tanyaku sambil menatap matanya.
    “Iya Ra, aku janji, kenapa?”
Lalu aku mulai bercerita kepada Syahra, mulai dari aku bertabrakan dengan Raden hingga kemarin malam aku tidak smsan dengan dia. Syahra mendengarkan dengan seksama, hingga aku selesai bercerita, dia mendengarkannya dengan penuh perhatian dan serius.
    “Jadi, gimana menurutmu?” tanyaku.

Syahra tertawa cukup keras. Segera aku menjadi malu, karena beberapa teman dan junior lainnya melihat ke arahku dan dia. Aku yang diliputi rasa malu dan wajah yang memerah, ingin segera bangkit darisana dan pergi. Tapi, Syahra menahan tanganku.
    “Eh, eh mau kemana kamu Ra?” cegahnya memegang tanganku. “Aku belum ngomong apa-apa.”
    “Habisnya kamu ngetawain aku begitu sih,” kataku kesal sambil kembali duduk.
    “Maaf, maaf, habisnya kamu lucu sih Ra.”
    “Lucu kenapa?”
    “Itu artinya kamu suka sama dia, tapi kamu enggak mau ngakuin kan?” tanya dia kembali. “Kalau ada dia kamu nyaman, kalau lihat dia kamu suka senyum-senyum sendiri, apa lagi yang kamu tunggu?”
    “Maksud kamu yang aku tunggu?” tanyaku penuh keheranan.
    “Iya, kamu tunggu apa lagi, tunggu dia nembak kamu gitu Ra?”
    “Eh, kok kamu bisa berpikiran begitu?”
    “Kamu ini gimana, kalau kamu suka sama dia, buat apa nunggu lagi? Keburu diambil orang nanti Ra, yang ada kamu nyesel belakangan.”
    “Tapi aku kan cewe...” kataku.
    “Terus, cewe gak boleh nembak gitu? Kuno amat sih kamu! Kalau aku jadi kamu sih, aku akan tembak dia segera, dan nyatain perasaan sama dia. Sebentar lagi valentine nih, aku sih akan beli cokelat terus nyatain perasaanku sama dia deh, tapi sebelum itu aku cari tau dulu bagaimana perasaan dia sama kamu.”
    “Terus, kalau ternyata dia gak suka sama aku? Setelah aku nyatain perasaan malah gak bisa sedeket kaya begini gimana dong?”
    “Ra, Ra, kamu ini terlalu medok ya? Soal diterima atau enggaknya itu belakangan, yang penting kamu enggak sakit nahan perasaan yang kamu miliki buat dia, setelah nyatain kamu akan lega, soal nantinya itu terserah dia mau jawab apa kan?”

Memang benar kata temanku ini, aku memang tak bisa menyimpan perasaan ini lebih lama lagi. Rasanya bercampur aduk antara suka, khawatir, takut dan penasarannya. Syahra benar, aku harus menyatakan perasaan ini, aku harus berani. Setidaknya itu yang ada di pikiranku sekarang. Tapi bagaimana nanti aku bercerita sama Azka, Adel dan Meli? Mereka mendukungku atau tidak.

Malam pun kembali tiba, bintang-bintang bersinar kelap-kelip di angkasa, dengan sang rembulan mengawasi setiap gerakannya. Waktu telah menunjukkan pukul 8, lagi-lagi kesepian menghantuiku. Rasa bosan mendekapku dalam, karena tak ada sms dari Raden, hanya sms dari Azka yang menanyakan ulangan besok dan sms dari Meli yang membicarakan hape barunya. “Ayo dong Den, kamu kemana? Sms aku dong.”

Beberapa menit setelahnya, hpku berdering, memecah kesunyian malam. Segera aku melompat dari ranjangku dan membuka sms itu. Dari Raden! Astaga telah kunantikan sms dari dia, namun kali ini bukan sms seperti biasa, dia mengirimkan sepotong puisi kepadaku dengan judul Semanis Lautan Madu, yang cukup panjang juga. Begitu menyentuh kata-kata yang ia kirimkan, setelah itu aku segera membalas sms darinya, “Puisinya bagus Den.” Setelah itu kami kembali smsan hingga larut malam, betapa senangnya aku bisa kembali smsan dengan dia. Aku bertanya kemana dia dua hari ini baru bisa sms sekarang, dia berkata bahwa dia sedang sibuk dengan tugas-tugas, seolah mengiyakan aku juga menjawab bahwa tugas-tugas pelajar sekarang sangat membebani. Aku pun seperti biasa, tertidur duluan.

Hari Valentine tinggal beberapa hari lagi, tak sabar rasanya aku memberikan hadiah sekotak cokelat kepada Raden, sekaligus untuk menyatakan perasaanku kepadanya. Saat itu, seperti biasanya kami ber-empat duduk di kantin dan ngobrol. Kali ini senyuman terus menghiasi wajahku.
    “Duh, si Ira baru dapat bonus dari ortunya nih,” kata Meli memulai pembicaraan.
    “Iya, daritadi senyum-senyum terus, bonusnya banyak yah Ra? Traktir kita-kita dong,” pinta Azka.
    “Ih apasih kalian? Enggak kok, aku lagi seneng aja,” jawabku.
    “Seneng kenapa sih?” tanya Meli.
    “Ada deh pokoknya.”
    “Tapi, dibalik senyummu ada yang cemberut tuh,” kata Azka sambil melirik ke arah Adel. Adel terlihat diam saja, dengan wajah yang tidak seceria Adel yang biasa.
    “Kamu kenapa Del?” tanyaku.
    “Enggak kenapa-kenapa kok, cuma cape aja,” jawabnya singkat.
    “Yakin? Kamu gak seperti biasanya Del.”
    “Enggak kenapa-kenapa kok temen-temen, sudah ya aku duluan ke kelas,” katanya seraya meninggalkan kami bertiga. Aneh, pikirku. Adel yang biasanya ceria, kini menjadi pendiam.
    “Ada apa ya sama Adel?” tanya Meli.
    “Tau deh, mungkin dia lagi males ngomong sama kita-kita, aku denger-denger Adel lagi suka sama seseorang,” jelas Azka.
    “Sama siapa Zka?” tanyaku.
    “Tau deh, coba aja kamu cari tau.”
    “Hah sudah, daripada ngomongin Adel, gimana kalau kalian temenin aku nanti pulang sekolah? Mau nggak?” tanya Meli.
    “Kemana Mel?” tanya Azka, “Kayaknya aku enggak bisa deh, soalnya mamaku ngajak aku jalan-jalan sore nanti.
    “Ih, kamu kok begitu sih Azka, aku mau beli hadiah buat adikku, kalo kamu gimana Ra?” tanyanya kepadaku. “Bisa kan temenin aku?”
    “Duh maaf ya Mel,” jawabku, “Nanti sore aku mau ke dokter gigi sama ibu, aku udah janji jauh-jauh hari.” Sebenarnya, sore nanti aku mau membelikan cokelat sebagai hadiah untuk Raden. Aku terpaksa berbohong sama teman-temanku.
    “Yaudah deh, aku sendiri aja,” kata Meli.
Baru kali ini aku menolak ajakan teman-temanku, untuk seorang cowo. Aku rela meninggalkan waktu bersama teman-teman, hanya untuk membelikan hadiah untuk Raden. Tetapi inilah kata hatiku, aku tidak dengan teman-temanku, akan tetapi ini harus aku lakukan. Sesekali saja aku mengikuti apa yang hatiku katakan.

Maka sore harinya, setelah izin kepada ayah dan ibu, aku pergi sendirian ke mall di dekat rumahku. Sambil melirik-lirik setiap toko kue dan cokelat yang ada disana, aku memilih cokelat yang baik untuk hadiah. Langkahku terhenti di sebuah toko cokelat kecil di lantai tiga, tepat di sebelah toko buku. Aku membeli sekotak cokelat berbentuk hati, yang menggambarkan perasaan hatiku untuk Raden. “Semoga dia suka,” kataku dalam hati lalu aku berjalan pulang meninggalkan toko tersebut.

Hari yang kunantikan telah tiba, hari Valentine yang penuh dengan nuansa cinta. Walau aku bukan seorang perempuan yang terlalu “feminim” tapi untuk acara malam ini, aku memilih untuk berdandan. Tepat hari Sabtu, malam minggu, akan diadakan acara rapat perpisahan untuk kelas 3, dan aku termasuk salah seorang panitia kelas. Raden pun akan datang, dan kesempatan ini akan aku manfaatkan untuk menyatakan perasaanku kepadanya. Kalau tidak salah, rapat dimulai jam setengah tujuh malam, aku segera menyiapkan kotak cokelat yang kubungkus rapi dengan pita berwarna merah dan kumasukkan ke dalam tasku. Hanya dengan memakai kaos coklat dan jeans, beserta bando favoritku, aku segera melangkahkan kaki menuju sekolahku.

Jam tanganku menunjukkan pukul 6.20 tepat, ketika aku tiba di pintu gerbang. Ketika berjalan masuk, aku melihat motor Meli diparkirkan di parkiran sekolah, apa yang dia lakukan sesore ini di sekolah, pikirku. Ah sudah tak usah ambil pusing soal dia. Aku berjalan melewati lapangan dan kudapati Azka yang baru selesai latihan karate, dia hanya melambaikan tangannya dari kejauhan. Kubalas lambaian tangannya itu. Tetapi, sudah sesore ini, kenapa dia belum pulang? Setahuku, latihan karate telah selesai setengah jam yang lalu. Tapi sudahlah, kenapa aku malah memikirkan dia?

Aku segera berjalan ke arah aula untuk berkumpul dengan yang lainnya. Disana sudah ada beberapa teman yang telah tiba, dan Raden pun sudah disana. Aku duduk di dekat pintu keluar, dan mengamati dirinya dari kejauhan, sayangnya aku tidak bisa mendekat saat itu. Dia terlihat sedang bercengkrama dengan beberapa temannya.

Rapat dimulai, semua siswa dan siswi segera duduk berkumpul membentuk lingkaran. Aku dan Raden tepat duduk berhadapan, bergetar rasanya hatiku ketika menatap matanya. Dia tersenyum kembali ketika melihatku. Antara ragu dan yakin, untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya. Rapat dibuka oleh ketua panitia, dan rapat itu berlangsung semu. Waktu berjalan sangat lambat bagiku, satu menit bagaikan satu jam rasanya. Tanpa berpikir ke arah rapat, aku hanya berpikir kata-kata apa yang cocok untuk kusampaikan kepada Raden nanti.
Rapat selesai tepat pukul 7.15 malam, yang menghasilkan ketidaksetujuan. Panitia yang hadir belum dapat menemukan titik temu antara pendapat-pendapat yang masuk, sehingga rapat ditunda dan akan dilaksanakan segera setelah pengumuman diberikan. Ini saatnya, kataku. Setelah melihat suasana agak sepi, aku yang sudah dari tadi menanti di intu gerbang, menunggu Raden untuk berjalan keluar. Kotak cokelat itu masih kusimpan di dalam tasku. “Aku harap dia menyukainya, tetapi dia mau enggak ya?” tanyaku berulang-ulang dalam hati, gusar rasanya menanti ketidakpastian ini. Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya keluarlah Raden dari dalam. Segera aku menghampirinya.
    “Hei, Raden,” sapaku dengan senyuman.
    “Oh hei Ira, lagi apa kamu disini? Belum pulang?” tanyanya agak terkejut.
    “Iya, aku lagi nunggu seseorang,” kataku malu-malu.
    “Oh ya? Siapa yang kamu tunggu?”
    “Kamu Raden.”
    “Aku? Kamu nunggu aku? Ada apa memangnya?”
Jantungku berdegup kencang, seperti mobil balap yang sedang berpacu menuju garis finish. Tak ada waktu untuk mundur lagi, sekaranglah waktu untuk mengatakannya.
    “Sebenernya, aku... sebenernya...”
    “Ya, apa sebenernya Ra?” tanyanya dengan halus. Sungguh membuat bulu romaku berdiri.
    “Den, aku... aku suka sama kamu...” kataku terputus-putus. Rasanya jantungku semakin berdetak cepat. “Sudah lama, ya sudah lama.... aku ingin mengatakan itu, aku... aku suka sama kamu Den. Ini... ini untuk kamu...” kataku seraya memberikan sekotak cokelat dari dalam tasku kepadanya.
    Raden yang pandangannya penuh kelembutan, mendadak terdiam. Matanya membelalak seakan kaget, dan mulutnya mulai terbuka lebar. Dia tertawa dengan kencang.
    “Hahahaha, kenapa rupanya kalian ini?” katanya sambil tertawa.
Aku agak kaget, yang tadinya jantungku berdegup kencang, kini menjadi hilang ketegangan itu. Kini aku merasa kesal bercampur malu. “Kenapa? Kenapa kamu tertawa Den? Memangnya lucu yah?”
    Raden masih saja tertawa. “Hahaha, dengarkan. Dengarkan aku dulu Ira, pertama, aku ini sudah memiliki pacar, kedua, aku hanya menganggapmu sebagai teman, janganlah kamu beranggapan lebih, dan ketiga...”
Entah mengapa aku tidak kaget mendengar hal itu, apa karena aku telah menyatakan perasaanku kepadanya? Atau karena aku berhasil menebak apa yang akan dia katakan.
    “Apa yang ketiga?” tanyaku penasaran.
    “Hari ini kamu adalah perempuan ke-empat yang menembak aku dengan cara yang sama seperti yang sebelumnya...”
    “Hah?” kataku kaget. “Maksud kamu?”
    “Itu lihatlah di dalam,” katanya menunjuk ke arah lapangan sekolah. Disana aku melihat ketiga sahabatku, Azka, Adel dan Meli sedang berdiri di pinggir lapangan.
    “Sekali lagi maaf ya Ra, aku tak menganggapmu lebih.”
    “Oh, ya tak apa, maafkan aku juga.” Lalu aku pamit kepada Raden, sejujurnya aku tidak sedih, tidak kecewa dan juga tidak senang. Hanya saja aku merasa sangat lega, karena telah menyatakan perasaanku kepadanya. Mungkin Raden bukan pilihan yang tepat untukku.
Aku segera berlari menuju ke arah sahabat-sahabatku itu. Terlihat Meli dan Azka sedang duduk bersama Adel yang tertunduk diam. Aku menghampirinya, “Hei, sedang apa kalian disini?”
Kaget dengan kehadiranku, Meli dan Azka segera bangkit berdiri, sementara Adel yang tadinya tertunduk diam segera melirik ke arahku, menghapus air matanya dan berhenti menangis. “Kamu kenapa Del?” tanyaku.
    “Lho? Kamu juga rupanya?” tanya Meli.
    “Juga apanya?” tanyaku kembali.
    “Raden,” kata Adel yang masih merah matanya. “Kamu juga ditolak sama Raden kan?”
    Aku diam sejenak, jangan-jangan ketiga sahabatku ini juga berpikiran yang sama seperti aku. “Tunggu sebentar... jadi kalian juga?”

Mereka bertiga mengangguk. Kemudian aku mulai tertawa dengan keras. Ketiga sahabatku itu melihatku penuh keheranan. “Kenapa kamu Ra?” tanya Azka.
    “Hahaha lucu yah, kita semua begini, gara-gara Raden seorang...” jawabku.
    “Ya, karena seorang cowo, kita semua jadi tidak sedekat dulu,” sambung Meli. “Maafkan aku ya teman.”
    “Aku juga,” susul Azka. “Bodohnya kita berlomba-lomba mendapatkan hati satu orang laki-laki, toh cowo yang ganteng dan tajir tidak hanya dia kok.”
    “Setuju!” sambung Meli.
    “Aku juga ya teman,” kataku sambil merangkul ketiga sahabatku itu. “Maafkan kalian selama ini aku diam saja dan tidak bercerita, bahkan aku berbohong kepada kalian.”

Meli tersenyum padaku, begitu juga Azka. Namun Adel masih terlihat sedih. “Sudahlah Del,” kataku, “Kamu itu cantik, banyak cowo lain yang suka sama kamu.”
Adel kembali tersenyum dan mendekapku kini. “Kamu benar Ra, aku bodoh ya menangis untuk hal yang tidak diperlukan.”
    “Mungkin kita semua bodoh ya,” kataku kepada mereka. “Karena Raden kita jadi begini dan melupakan persahabatan kita, mulai saat ini, ayo kita lupakan sejenak masalah cowo dan kembali bersama-sama lagi seperti dulu.”
    “Kau benar, aku setuju,” kata Meli diikuti yang lainnya. Kemudian kami tertawa bersama karena menyadari kekeliruan kami. Meninggalkan sahabat untuk seorang lelaki? Tidak akan pernah lagi.
    “Sebentar Ra, terus cokelat ini buat apa?” tanya Meli. “Kalian masing-masing bawa satu kan?” Kami semua mengangguk.

Aku memutar otakku sebentar dan mendapatkan ide yang baik. “Begini saja, bagaimana kalau kita makan cokelat yang kita punya bersama-sama? Itulah arti sahabat yang sesungguhnya, cokelat persahabatan sebagai hadiah terindah di hari Valentine ini, hari kasih sayang sahabat.” Mereka semua setuju, dan kami pun bertukaran cokelat dan memakannya bersama-sama. Inilah makna Valentine yang sesungguhnya, bukanlah cinta, bukanlah cokelat, akan tetapi kehadiran kita sebagai seorang sahabat yang selalu dibutuhkan bagi orang lain.

Seminggu setelahnya, kami sudah berteman baik kembali bahkan semakin dekat. Soal Raden? Ya, biarlah dia mengurus urusannya sendiri. Aku dan Raden hanya berteman saja kini. Tetapi aku, Azka, Adel dan Meli adalah sahabat selamanya. Janji kami disaksikan oleh “sahabat cokelat”.

Siang itu ketika istirahat, kami ber-empat kembali makan di kantin. Sedang asyik-asyiknya makan datanglah Syahra bergabung bersama kami. “Eh, kalian sudah dengar cerita baru belum?” Aku mengangkat bahuku mendengarnya.
    “Apa memangnya?” tanyaku.
    “Itu lho, murid pindahan baru, Edo namanya, ganteng dan manis banget, tuh orangnya,” katanya kembali. Kami ber-empat segera melirik satu sama lain, dan kemudian berkata, “Enggak akan kena lagi tuh!” Lalu kami tertawa bersama. Syahra hanya heran melihatnya.

Minggu, 09 September 2012

Profil SM*SH


SMASH adalah singkatan dari Seven Men as Seven Heroes dan dibentuk 10 April 2010 di Bandung. Awal dibentuk, boyband ini beranggotakan Dicky, Ilham dan Reza. Kemudian menyusul masuk Morgan dan Bisma. Tidak lama kemudian, Rangga dan Rafael menyusul menggenapkan 7 anak muda penuh energik yang sama-sama merupakan penyanyi dan danceer. Lengkaplah SMASH diisi oleh Bisma, Ilham, Dicky, Morgan, Rangga, Reza, dan Rafael.

Karir SMASH:
Awalnya, boyband yang baru terbentuk ini mengikuti kompetisi yang diadakan oleh Cinta Laura. Kemudian dengan tekad nekad di oktober 2010, mereka meluncurkan single Heart You yang kemudian menjadi salah satu lagu cukup fenomenal.

Penghargaan SMASH:
Nickelodeon Indonesia Kids' Choice Awards 2011: Duo/Grup/Band Terfavorit
Inbox Award 2011: Pendatang Baru Terinbox
Inbox Award 2011: Boyband Terinbox
Inbox Award 2011: Penampilan Terinbox
Inbox Award 2011: Lagu Terinbox (I Heart You)


Biodata Personil SMASH



foto morgan smash1.
Biodata Morgan SMASH
Nama Lengkap: Morgan Oey
Tempat dan Tgl Lahir : 25 Mei 1990, Singkawang, Kalimantan Barat
Bintang : Gemini
Artis Favorit : Justin Timberlake, Rihanna, Christina Aguilera
Pendidikan : Information&Technology, Universitas Bina Nusantara, Jakarta
Lagu Favorit : Breathless, Shayne Ward
Jajanan favorit : French Fries
Impian sukses : Berkeliling dengan keluarga ke seluruh dunia
Pertama kali on stage : Indonesian Idol Audition
Artis cewek favorit : Sandra Dewi
Tidak disukai : Dikekang dan dibohongi




foto rangga smash2. Biodata Rangga SMASH:
Nama Lengkap: Rangga Dewamoela S
Tempat dan Tgl Lahir : 6 Januari 1988, Voorburg, Belanda
Zodia : Capricorn
Artis Favorit : Stevie Wonder
Pendidikan : Fakultas Hukum, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
Lagu Favorit : Because of You, Keith Martin
Jajanan favorit : French Fries
Impian sukses : Membahagiakan dan membuat bangga orang tua
Pertama kali on stage : Lomba Nyanyi antar SD
Artis cewek favorit : Beyonce, Agnes Monica
Tidak disukai : Dibohongin dan Udara Panas


foto rafael smash3. Biodata Rafael SMASH:
Nama Lengkap : Rafael Landry Tanubrata
Tempat dan Tgl Lahir : 16 November 1986, Garut
Bintang : Scorpio
Artis Favorit : Mulan Jameela
Pendidikan : Univ. Maranatha
Lagu favorit : If You’re Not the One, Daniel Bedingfield
Jajanan favorit : Jajanan pasar
Impian sukses : Menjadi seorang entertainer melegenda serta menjadi contoh banyak orang.
Pertama kali on stage : Nyanyi di Gereja
Tidak disukai : Kaca Retak


foto dicky smash4. Biodata Dicky SMASH:
Nama Lengkap: Dicky M Prasetya
Tempat dan Tgl Lahir: 18 Juni 1993, Bandung
Bintang: Gemini
Artis Favorit : Stevie Wonder
Pendidikan : SMA BPI 1, Bandung
Lagu Favorit : Semua lagu 2NE1 dan Lady Gaga
Jajanan favorit : Jajanan yang pedas
Impian sukses : Ingin lebih dikenal serta diterima masyarakat luas
Pertama kali on stage : Pentas Budaya TMII
Artis cewek favorit : Rihanna
Tidak disukai : Dibohongi


foto reza smash5. Biodata Reza SMASH:
Nama Lengkap: Reza Anugrah
Tempat dan Tgl Lahir: 21 Maret 1994, Kendari, Sulawesi Tenggara
Bintang: Aries
Artis Favorit: Ne Yo
Pendidikan: SMAN 6, Bandung
Lagu Favorit: Nothin on You, Keith Martin
Jajanan favorit: Siomay
Impian sukses: Maju sampai go international dengan SMASH dan bisa bawa orang tua naik haji.
Pertama kali on stage: Kid’s Choice Award Nickelodeon
Artis cewek favorit: Sandara 2NE1, Katy Perry, Agnes Monica
Tidak disukai: Diselingkuhi


foto ilham Smash6. Biodata lham SMASH:
Nama Lengkap: Muhammad Ilham Fauzi
Tempat dan Tgl Lahir : 29 Agustus 1995, Kendari, Sulawesi Tenggara
Bintang : Virgo
Artis Favorit : Gita Gutawa, Hayley Nichole Williams
Pendidikan : SMAN 1, Bandung
Lagu Favorit : That’s What You Get – Paramore
Jajanan favorit : French Fries khas SMAN1 dan chicken katsu
Impian sukses : Pengen jadi anak shaleh untuk orang tua dan bisa terkenal, pengen bikin video klip dengan Hayley Nichole Williams
Pertama kali on stage : Kid’s Choice Award Nickelodeon
Artis cewek favorit : Putri Titian

Tidak disukai : Menunggu

foto bisma smash7. Biodata Bisma SMASH:
Nama Lengkap: Bisma Karisma
Tempat dan Tgl Lahir : 27 November 1990 Bandung
Bintang : Sagitarius
Artis Favorit : Jason Mraz, Chris Brown, Hyun Ah
Lagu Favorit : Semua lagu yang enak buat dinyanyiin
Jajanan favorit : Cuankie, pecel, ice chocolate, teh manis
Impian sukses : Jadi musisi dan sutradara
Pertama kali on stage : Puma Ground Zero
Artis cewek favorit : Poppy Sovia, Zoey Deschanel
Tidak disukai : Kedinginan, debu, dibohongi, dan basa basi



Sumber:Google